Teruntuk Para Pendamping


Dulu-dulu saking jauhnya akses di Indonesia terhadap pelayanan kesehatan yang murah dan merata, saya jadi asing tentang seluk-beluk penyakit dan semacamnya. Dulu jangankan mau ngurus perawatan ini-itu, mau berobat aja udah bingung mikirin biayanya bakal mahal apa engga? Bisa bayarnya sampe sembuh apa engga? Dan berbagai kekhawatiran lainnya.

Hingga adanya BPJS Kesehatan, tingkat kepedulian kesehatan saya mulai tinggi. Kalau ada keluhan kesehatan, saya telaten untuk urus-urus rujukan dari faskes pertama hingga tempat rujukan seterusnya. Perlahan, saya mulai familiar tentang lika-liku perawatan kesehatan. Tapi satu yang masih sering terlupa : selain ada pasien / orang yang sakit, juga ada orang-orang yang mendampingi orang yang sakit. Biasanya bisa disebut caregiver, meski kalau saya googling maknanya tuh lebih spesifik lagi. Tapi terkadang pihak keluarga yang mendampingi proses penyembuhan juga sering disebut caregiver.

Perjalanan bolak-balik ke RS belakangan ini, seringkali bermakna charge iman bagi saya. Saya pernah dengar ungkapan, kalau mau charge rasa syukur ataupun cari inspirasi, bisa ke daerah perkampungan kumuh yang terpinggirkan, atau ke tempat pembuangan sampah. Lupa denger di mana, tapi saya menangkap pesan yang sama saat berkunjung ke RS : lewat kedukaan, jauh dari hingar-bingar duniawi, kita jadi lebih mudah berkontemplasi. Melihat lebih jernih pada hati kita sendiri.

Postingan story kak Della (oh wow ketemu lagi setelah bertahun-tahun lalu berjumpa di blog juga di sini) hari ini sedikit menyadarkan saya : caregiver juga jarang dibahas. Selain pasien yang perlu sehat, para pendamping orang-orang yang sakit ini juga butuh kekuatan, kesabaran, dan kesehatan yang prima supaya tetap kuat menemani proses penyembuhannya. Seakan perasaan saya tengah divalidasi, semoga kebaikan juga menyertai kami para caregiver ini. Karena yah kadang meskipun di RS bisa dicharge imannya, begitu pulang ke rumah ya rasanya mau ngamuk lagi, heuheuheu.

Bolak-balik ke RS dan ketemu orang-orang yang berbeda, menyadarkan saya bahwa perjuangan caregiver ini tidaklah mudah. Ada orangtua yang di tengah keterbatasan layanan di luar pulau Jawa, akhirnya berangkat naik kapal dan paginya langsung ngurus pendaftaran di RS. Ada yang libur dagangnya, karena harus berobat di RS. Ada seorang ayah yang berangkat dari luar kota naik bus, demi tiba di RS. Para orangtua yang menimang bayinya di sepanjang lorong tempat menunggu, pasangan yang mungkin takut-takut mengajukan izin kerja ke kantornya demi menemani anggota keluarganya yang sakit, perantau yang cari rumah singgah. Betapa perjuangan datang ke RS dalam satu hari saja bisa begitu melelahkan dan memakan banyak biaya. Benar kata kak Della : yang sakit berat, yang mendampingi orang sakit juga sama beratnya.

Oleh karena itu, saya merasa sekali perasaan saya tervalidasi saat membaca kata-kata di storynya kak Della. Di antara hingar-bingar media sosial, apa-apa saja yang terlihat mahal, normal, kuat, ternyata sedikit sekali bahasan tentang musibah, sakit, dan kedukaan. Ngebahas ginian tuh kayak anomali : di saat yang lain senang-senang, kenapa bahas yang sedih-sedih sih? Padahal layaknya kegelisahan hidup yang lainnya, perasaan para caregiver juga sesekali butuh divalidasi. Seakan-akan butuh dipeluk, dikasih jeda nafas.

Dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.

Semoga untuk para caregiver yang tengah merasakan lelah dalam mendampingi prosesnya, diberikan kebaikan yang sama juga sebagaimana yang sakit.

Gatau mau nulis apa lagi, ku cuma ingin mengapresiasi kata-katanya kak Della yang terasa sangat indah sore hari ini.

2 responses to “Teruntuk Para Pendamping”

  1. pernah jadi volunteer di sebuah rumah singgah tempat adik-adik berpenyakit berat tinggal dengan pendampingnya. berasa banget hanya dengan memberi waktu, duduk, diam, mendengar mereka berbagi cerita sudah cukup bikin mereka lega di sela kelelahan mental dan fisik.

  2. tulisan yang sangat “mengena” … bagi kita2 yang pernah atau sedang menjadi caregiver di RS, mengalaminya … melihat dan merasakan kelelahan, kedukaan, keputusasaan dan kepasrahan.

Leave a comment